Di Batas Sunyi
Azhar Nurun Ala
Aku selalu merasa cukup memandangmu dari
sudut ini. Dari balik dinding hatiku yang kadang runtuh diterpa sapa, atau
sekadar senyum. Menghayati sesosok bidadari dengan cara yang paling sulit
dimengerti.
Kala kau menatap, itulah kala kuharus
terpejam—aku tak sanggup. Kala kau bersuara adalah kala kuharus menutup
telinga, menjauh, atau bersembunyi di balik dinding paling kedap suara yang
bisa kutemui. Engkau adalah sejumput keindahan dari milyaran anugrah tuhan, representasi
keteduhan abadi tak terperi.
Aku ingin bertengger di batas kesunyian.
Menikmati kepecundangan ini sendirian. Biar tak ada yang tahu.
Jiwaku berhamburan tak teratur. Aku makin
melantur. Hanya ingin tidur, dan bermimpi, kalau saja aku tiba-tiba mati lalu
masuk surga. Melewati semuanya tanpa harus merasa pedih. Adakah kamu di sana
merasakannya? Getaran-getaran yang berbicara: ‘aku ingin ada kamu di sini.
Bercerita, bercanda, atau sekadar bertatapan.’
Aku selalu memandangmu teduh, tanpa tahu
kau pandang apa aku. Tanpa tahu hitam atau putihkah aku di matamu.
Dan kini semua berujung pada perjanjian
suci antara aku dan huruf-huruf—agar tetap tiada yang tahu.
artikel lainnya :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar